Minggu, 20 Maret 2011

Literatur Ikhtiologi Definisi Ikan

PERKEMBANGAN IKAN Secara umum yang dimaksud dengan ikan adalah hewan vertebrata yang berdarah dingin yang hidup di air, perkembangan dan keseimbangan menggunkan sirip pada umumnya bernapas dengan insang sedangkan ilmu pengetahuan yang membahas tentang ikan dan segala aspek yang berhubungan dengannya adalah Ikhtiologi (Ridwan, 1980).

Ikan adalah hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah dingin (poikilothermal) dimana hidupnya dilingkungan air, pergerakan dan keseimbangan dengan menggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan insang. (Raharjo, 1980).

Ikan adalah kelompok vertebrata yang paling besar jumlahnya. Ikan mendominasi kehidupan perairan diseluruh permukaan bumi. Jumlah spesies ikan yang telah berhasil dicatat adalah sekitar 21000 spesies dan diperkirakan berkembang mencapai 28000 spesies. Jumlah spesies ikan yang hidup dipermukaan bumi adalah 21.723 spesies, sementara jumlah spesies vertebrata yang ada diperkirakan sekitar 43.173 spsies(NELSON, 1984).

Para Ahli memperkirakan ada sekitar 20.000 spesies malahan ada yang menduga sampai 40.000 spesies ikan yang mendiami permukaan bumi, menurut Lagler et al (1977) persentase masing-masing kelompok dalam vertebrata sebagai berikut: Pisces (48,1%), Aves (20,7%), Reptilia (14,4%), Mammalia (10,8%) dan Amphibia (6%). Ikan merupakan salah satu organisme yang termasuk kelompok vertebrata yang beraneka ragam dan mendominasi kehidupan air di permukaan bumi.

Ikan adalah salah satu diantara organisme pada kelompok vertebrata dan yang paling besar jumlahnya. Ikan mendominasi kehidupan di air seluruh permukaan bumi. Jumlah spesies ikan yang berhasil dicatat adalah sekitar 21.000 spesies dan diperkirakan akan berkembang mencapai 28.000 spesies. Jumlah ikan yang hidup dimuka bumi adalah 21.723 spesies (Nelson, 1984) Nelson (1984) memperkirakan bahwa jumlah spesies ikan yang hidup dimuka bumi ini adalah 21.723 spesies, sementara jumlah spesies vertebrata yang ada di perkirakan sekitar 43.173 spesies.

Namun hal demikian harus dimaklumi bahwa penemuan spesies ikan baru terus berlangsung setiap tahun, dan jauh lebih cepat dibandingkan dengan penemuan spesies hewan lain, seperti bangsa burung atau hewan vertebrata lain (Davi dan Chounard, 1980).

Ikan merupakan makanan manusia yang paling utama sejak awal abad dari sejarah manusia. Daging ikan banyak mengandung protein dan lemak, seperti juga pada daging-daging hewan ternak. Daging ikan mudah dicerna dibandingkan tumbuh-tumbuhan. Kadar protein dalam ikan dapat mencapai 13-20%, sedangkan 50-80% berupa air dan selebihnya lemak. Daging ikan banyak mengandung vitamin terutama hatinya. Vitamin tersebut dapat diperoleh dari plankton secara langsung maupun tidak langsung, yang menjadi makanan ikan. Mengingat bahwa ¾ dari permukaan bumi tertutup dari lautan dan banyak perairan tawar yang dihuni bermacam-macam ikan (Djuanda, 1981).

Secara teori para ahli memperkirakan ada sekitar dua puluh ribu sampai dengan empat puluh ribu spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan empat ribu diantaranya menghuni perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Jumlah spesies ikan yang tercatat di daerah Riau diperkirakan mencapai tiga ratus spesies ikan. Dari jumlah tersebut antara spesies yang satu dengan yang lainnya sudah tentu memiliki beberapa kesamaan dan identifikasi, yang pada dasarnya dapat dijadikan sebagai dasar pengklasifikasian (Manda et al, 2005).

Dalam pereairan Indonesia yang sangat luas ini mengandung ± 6000 jenis ikan yang belum teridentifikasi dan ini merupakan Sumberdaya hayati perikanan yang potensial bila dikelola secara maksimal. Tanpa menggangu kelestarian sumberdaya tersebut sehingga akan memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat (Effendie, 1979).

Usaha perikanan Usaha perikanan yang ada di Indonesia merupakan perpaduan antara usaha perikanan darat dan perikanan laut. Ikan merupakan sumber protein yang paling murah dibanding dengan sumber protein yang lainnya seperti telur, susu dan daging (DINAS PERIKANAN KABUPATEN BENGKALIS, 1996/1997).

Luas perairan umum Riau adalah 62.648,53 Ha, terdiri dari luas perairan umum Indragiri Hilir 2.600 Ha, luas perairan umum Indragiri hulu 33,164 Ha, luas perairan umum kuansing singingi 23.086 ha, luas perairan umum Pekanbaru 85 Ha, luas perairan umum Siak 764 Ha, luas perairan umum Bengkalis 70 Ha, dan luas perairan umum Kampar 2.795,99 Ha (DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001).

Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki wilayah daratan 94.561 km2 dan 3.241 pulau-pulau yang memiliki empat satuan wilayah sungai yaitu sungai Rokan, siak, Kampar dan sungai Indragiri yang merupakan perairan yang potensial untuk pembangunan usaha perikanan (YUNIARTI, 2000).

Untuk propinsi Riau produksi perikanan umum adalah sebesar 12.706,6 ton atau 7% dari seluruh produksi prikanan Riau, dimana produksi perikanan tersebut berasal dari kabupaten indragiri hulu, Kampar, Bengkalis dan Indragiri hilir (EVY, MUJIANTI dan SUJONO, 2001). Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang perikanan dan luas wilayah Indonesia sebesar 7,9 juta Km² atau sektar 81% dari wilayah seluruh Indonesia.



Dikutip dari Berbagai Sumber

Sabtu, 12 Maret 2011

Literatur Nutrisi Mikroorganisme


Susunan kimiawi sel-sel, yang secara umum tetap di seluruh dunia yang hidup, menunjukkan keperluan zat utama untuk pertumbuhan. Nutrisi disebut pula zat gizi. Air merupakan zat gizi (nutrisi) utama, dalam jumlahnya. Selain daripada hydrogen dan oksigen (berasal dari metabolism air), zat padat sel-sel juga berisi karbon, nitrogen, fosfat, dan belerang yang berturut-turut berkurang jumlahnya. Keenam unsure ini kira-kira 95% dari berat kering selular. Banyak unsure lain terdapat pada bagian sisa. Penyelidikan mengenai gizi menunjukkan bahwa kalium, magnesium, kalsium, besi, mangan, kobalt, tembaga, molybdenum, dan seng diperlukan oleh hampir sel. Semua keperluan unsure logam dapat ditambahkan sebagai zat gizi dalam bentuk kation garam anorganik.

Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Unsur tersebut diberikan ke dalam medium sebagai kation garam anorganik yang jumlahnya berbeda-beda tergantung pada keperluannya.

2.1   Kandungan Nutrisi

Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energy, bahan pembentuk sel, dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energy. Nutrisi yang dihasilkan mikroba meliputi air, sumber energy, sumber karbon, sumber nitrogen, sumber asepton elektron, sumber elektron, sumber mineral, dan faktor tumbuh.

2.1.1     Air

Air sangat penting (esensial) untuk pertumbuhan dan kehidupan semua mikroba yaitu yang menyusun 70-80%. Air berfungsi sebagai pelarut, alat pengangkut, dan reaksi biokimia di dalam sel.
Pertumbuhan dan metabolisme mikroba memerlukan air dalam bentuk yang tersedia. Air yang dimaksudkan adalah air bebas atau air bebas atau air yang tidak terikat dalam bentuk ikatan dengan komponen-komponen penyusun bahan pangan lain. Oleh karena itu, beserta kadar air suatu bahan pangan bukan merupakan parameter yang tepat untuk menggambarkan aktivitas mikroba pada bahan pangan. Aktivitas kimia air atau sering diistilahkan aktivitas air (water activity = aw) merupakan parameter yang lebih tepat untuk mengukur aktivitas mikroba pada bahan pangan.
    
2.1.2     Sumber Energi

Mikroba yang mendapatkan energi dari reaksi oksidasi bahan kimia (organik atau anorganik) disebut mikroba khemototrof, sedangkan mikroba fototrof mendapatkan energi dari sinar matahari melalu proses frotosintesis.

2.1.3     Sumber Karbon

Karbon merupakan bagian dari sitoplasma, enzim, dinding sel, dan termasuk bahan cadangan di dalam sel. Hasil oksidasi dari senyawa karbon juga dapat digunakan sebagai sumber energy. Yang menjadi sumber karbon adalah karbohidrat, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (maltose, laktosa, sukrosa), trisakarida (rafinosa), dan polisakarida (pati,dekstrin, pectin, selulosa). Sumber karbon lain berasal dari asam-asam organic (asam sitrat, asam malat, dan asam suksinat), garam-garam organic, dan polialkohol.
Tumbuhan-tumbuhan dan beberapa bakteri mampu mengunakan energi fotosintetik untuk mereduksi karbondioksida pada penggunaan air. Organisme ini termasuk kelompok autotrof, makhluk hidup yang tidak membutuhkan nutrient organik untuk pertumbuhannya. Autotrof lain adalah khemolitotrof, organisme yang menggunakan substrat anorganik seperti hidrogen atau thiosulfat sebagai reduktan dan karbondioksida sebagai sumber karbon.
Heterotrof membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya, dan karbon organik tersebut harus dalam bentuk yang dapat diasimilasi. Contohnya, naphthalene dapat menyediakan semua karbon dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan respirasi heterotropik, tetapi sangat sedikit organisme yang memiliki jalur metabolik yang perlu untuk asimilasi naphthalene. Sebaliknya, glukosa, dapat membantu pertumbuhan fermentatif atau respirasi dari banyak organisme. Adalah penting bahwa substrat pertumbuhan disuplai pada tingkatan yang cocok untuk galur mikroba yang akan ditumbuhkan. Karbondioksida dibutuhkan pada sejumlah reaksi biosintesis. Banyak organisme respiratif menghasilkan lebih dari cukup karbondioksida untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi yang lain membutuhkan sumber karbondioksida pada medium pertumbuhannya (Jawetz, 2001).
Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energy dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidasi, CO2, sebagai satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsure-pokok sel organik adalah proses reduktif, yang memerlukan pemasukan-bersih energy. Karena itu, di dalam golongan faali ini, sebagaian besar dari energi yang berasal dari cahaya dari oksidasi senyawa anorganik yang tereduksi harus dikeluarkan untuk reduksi CO2 sampai sampai kepada tingkat zat organic.
Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organic. Karena kebanyakan substrat organic adalah setingkat dengan oksidasi umum sebagai uunsur-pokok sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang berguna sebagai sebagai sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka substrat organic harus memberikan keperluan energetic untuk sel itu. Akibatnya sebagian besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik memasuki lintasan metabolisme yang menghasilkan energy dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai CO2 (hasil utama dalam metabolisme perpanasan yang menghasilkan energy) atau sebagai campuran CO2 dan senyawa organik (hasil akhir khas metabolisme fermentatif). Jadi, substrat organik biasanya mempunyai peran gizi yang lengkap, pada waktu yang bersamaan berguna sebagai sumber karbon dan sebagai sumber energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa organic tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang lain tidak dapat tumbuh apabila satu senyawa organik, dan mereka memerlukan bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik ini mempunyai fungsi biosintetik semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-pokok sel organic tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organism oleh organism tersebut. Zat gizi itu disebut faktor tumbuh, dan perannya dipaparkan di bawah ini secara lebih terperinci.
Mikroorganisme sangat beragam, baik dalam hal dalam hal macam maupun jumlah senyawa organic yang dapat mereka gunakan sebagai sumber utama karbon dan energy. Keanekaragaman ini diperlihatkan secara nyata bahwa tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa mikroorganisme. Karena itu, tidak mungkin untuk memeberikan secara singkat sifat-sifat kimiawi sumber karbon organic untuk mikroorganisme. Variasi yang luar biasa mengenai keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam mikrobiologi.
Bila keperluan organic mikroorganisme tersendiri dipelajari, beberapa memperlihatkan tingkatan serbaguna yang tinggi, sedangkan yang lain teramat khusus. Bakteri tertentu dari golongan Pseudomonas misalnya, dapat menggunakan setiap salah satu diantara karbon dan energi. Pada ujung lain dalam spectrum terdapat bakteri yang mengoksidasi metan, yang hanya dapat menggunakan dua substrat organic, metan dan methanol, dan bakteri pengurai-selulosa tertentu yang hanya dapat menggunakan selulosa.
Kebanyakan organism yang bergantung pada sumber-sumber karbon organic memerlukan CO2 pula sebagai zat gizi dalam jumlah yang sangat kecil, karena senyawa ini digunakan dalam beberapa reaksi biosintetik dapat dipengaruhi melalui metabolisme sumber karbon organic dan energi. Sekalipun demikian, peniadaan CO2 sering kali menangguhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media organic, dan beberapa bakteri dan cendawan memerlukan konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di dalam atmosfer (5sampai 10 persen) untuk pertumbuhan yang memadai dalam media organic.

2.1.4     Sumber Nitrogen dan Belerang

            Untuk aktivitas mikroba membutuhkan nitrogen yang diperoleh dari bahan anorganik, misalnya ammonium (NH4), nitrat (NH3) atau bahan organic, berupa asam amino, peptide, dan protein. Beberapa jenis bakteri (misalnya Rhizobium sp) dapat secara langsung menggunakan gas N2 sebagai sumber nitrogen. Peristiwa ini disebut fiksasi N2-udara.
            Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10 persen dari berat kering sel bakteri. Nitrogen mungkin disuplai dalam bentuk yang berbeda, dan mikroorganisme beragam kemampuannya untuk mengasimilasi nitrogen. Hasil akhir dari seluruh jenis asimilasi nitrogen adalah bentuk paling tereduksi yaitu ion ammonium (NH4+).
Nitrogen dan belerang terdapat pada seyawa organic sel terutama dalam bentuk yang terinduksi masing-masing sebagai gugus amino dan sulfhidril. Kebanyakan organisme fostosintetik mengasimilasi kedua unsure ini daalam keadaan anorganik yang teroksidasi, sebagai nitrat dan sulfat, jadi penggunaan biosintetiknya meliputi reduksi pendahuluan. Banyak bakteri non fotosintetik dan cendawan dapat pula memenuhi keperluannya akan nitrogen dan belerang dari nitrat dan sulfat. Beberapa mikroorganisme tidak dapat mengadakan reduksi salah satu atau kedua anion ini dan harus diberikan unsur dalam bentuk tereduksi. Keperluan akan sumber nitrogen yang tereduksi agak umum dan dapat dipenuhi oleh persediaan nitrogen sebagai sebagai garam-garam ammonium. Keperluan akan belerang tereduksi lebih jarang, bahan ini dipenuhi dari persediaan sulfide atau dari senyawa organik yang mengandung satu gugus sulfhidril (misalnya sisteine).
Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen utama, dan banyak organisme memiliki kemampuan untuk menghasilkan NH4+ dari amina (R-NH2) atau dari asam amino (RCHNH2COOH). Produksi amoniak dari deaminasi asam amino disebut ammonifikasi. Amoniak dimasukkan ke dalam bahan organik melalui jalur biokomia yang melibatkan glutamat dan glutamine.
Belerang juga merupakan komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh tumbuhan atau hewan. Namun, beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya menjadi sulfat (SO42-). Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan sulfat sebagai sumber belerang, mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida (H2S). Beberapa mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan tetapi senyawa ini dapat menjadi racun bagi banyak organisme.
Kedua unsur ini yaitu belerang dan nitrogen terdapat dalam sel dalam bentuk tereduksi, sebagai gugus sulfhidril dan amino. Sebagian besar mikroorganisme mampu menampung unsur-unsur ini dalam bentuk oksida dan mereduksi sulfat dan juga nitrat. Sumber nitrogen yang paling lazim untuk mikroorganisme adalah garam-garam ammonium. Beberapa prokariot mampu mereduksi nitrogen molekul (N2 atau dinitrogen). Mikroorganisme lain memerlukan asam-asam amino sebagai sumber nitrogen, jadi yang mengandung nitrogen organik. Tidak semua mikroorganisme mampu mereduksi sulfat, beberapa diantaranya memerukan H2S atau sistein sebagai sumber S.
Persyaratan akan nitrogen dan belerang sering kalijuga dapat diperoleh dari zat gizi organik yang mengandung kedua unsur ini dalam kombinasi organik yang tereduksi (asam amino atau hasil penguraian protein yang lebih kompleks, seperti pepton). Senyawa-senyawa tersebut dapat menyediakan sumber karbon organik dan energi, sekaligus memenuhi keperluan seluler akan karbon, nitrogen, belerang dan energi.
Beberapa bakteri dapat juga memenfaatkan sumber nitrogen alam paling banyak, yaitu N2. Proses asimilasi nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen dan meliputi reduksi permulaan N2 menjadi amino. Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengasimilasi nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) secara reduksi dengan mengubahnya menjadi amoniak (NH3). Jalur asimilasi ini berbeda dengan jalur dissimilasi nitrat dan nitrit. Jalur dissimilasi digunakan oleh organisme yang menggunakan ion ini sebagai elektron penerima terminal dalam respirasi, proses ini dikenal sebagai denitrifikasi, dan hasilnya adalah gas nitrogen (N2), yang dikeluarkan ke atmosfer.
Kemampuan untuk mengasimilasi N2 secara reduksi melalui NH3, yang disebut fiksasi nitrogen, adalah sifat untuk prokariota, dan relatif sedikit bakteri yang memiliki kemampuan metabolisme ini. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar energi metabolik dan tidak dapat aktif dengan adanya oksigen. Kemampuan fiksasi nitrogen ditemukan pada beragam bakteri yang berevolusi sangat berbeda dalam strategi biokimia untuk melindungi enzim fixing-nitrogen nya dari oksigen.

2.1.5     Sumber Aseptor Elektron
            Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron dari substrat. Karena elektron dalam sel tidak berada dalam bentuk bebas, maka harus ada suatu zat yang dapat menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut aseptor elektron. Aseptor elektron ialah agensia pengoksidasi. Pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai aseptor elektron ialah O2, senyawa organik, NO3-, NO2-, N2O, SO4 =, CO2, dan Fe3+.
            Dalam proses oksidasi biologi (bioenergi) akan terjadi proses pengambilan dan pemindahan elektron dari karbohidrat, protein atau lemak. Dalam proses tersebut diperlukan aseptor elektron berupa senyawa organik, oksigen atau senyawa anorganik (nitrit, nitrat, ferri).

2.1.6     Sumber Mineral

Makromineral yang diperlukan oleh mikroba adalah kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan besi. Mikromineral yang dibutuhkan mikroba antara lain adalah seng, tembaga, mangan, dan molybdenum. Makromineral biasanya diperlukan untuk menyusun bahan-bahan seluler. Sedangkan mikromineral dibutuhkan sebagai kofaktor enzim.
Mineral merupakan bagian dari sel. Unsur penyusun utama sel ialah C, O, N, H, dan P. unsur mineral lainnya yang diperlukan sel ialah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah sangat sedikit ialah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu, dan sebagainya yang tidak diperlukan jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar disebut unsur makro, dalam jumlah sedang unsur oligo, dan dalam jumlah sangat sedikit unsur mikro. Unsur mikro sering terdapat sebagai ikutan (impurities) pada garam unsur makro, dan dapat masuk ke dalam medium lewat kontaminasi gelas tempatnya atau lewat partikel debu. Selain berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi untuk mengatur tekanan osmose, kadar ion H+ (kemasaman, pH), dan potensial oksidasireduksi (redox potential) medium.
Berdasarkan komposisi kimia mikroba dapat dilihat bahwa C, O, N, H, P, dan S menyusun 96% dari bobot kering sel. Sedangkan unsure K, Ca, Mg, Cl, Fe, Mn, Cu, Zn, Co, dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan mikroba terhadap unsur-unsur tersebut saling bervariasi.
Tabel 1.  Komposisi Kimia Sel Kering Mikroba dan Fungsinya di dalam Sel
Unsur Kimia
% bobot kering
Fungsi di dalam sel
C
50
Bagian dari senyawa organic sel
O
20
Bagian dari air dan senyawa organik sel; O2 sebagai aseptor elektron dalam respirasi
N
14
Bagian dari protein, asam nukleat dan koenzim
H
8
Bagian dari air dan senyawa organic sel
P
3
Bagian dari asam nukleat, fosfolipida dan koenzim
S
1
Bagian dari protein (asam amino sistein dan metionin) dan bagian dari beberapa enzim (CoA; kokarboksilase)
K
1
Bagian dari protein dalam sel dan ko-faktor beberapa enzim
Ca
0,5
Kation sel dan ko-faktor beberapa enzim (misalnya: proteinase)
Mg
0,5
Kation sel dan ko-faktor beberapa enzim, pengikat enzim pada substrat, komponen khlorofil
Cl
0,5
Bagian dari sir sel
Fe
0,2
Bagian dari sitokrom dan protein heme/ non-heme, ko-faktor beberapa enzim
Lainnya
Mn
Co
Cu, Zn, Mo
0,3

Ko-faktor beberapa enzim
Kompok vitamin B12 dan ko-enzim turunannya
Komponen anorganik beberapa enzim yang khusus

2.1.7     Faktor Tumbuh

            Faktor tumbuh merupakan senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana. Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit. Fungsi faktor tumbuh dalam proses metabolisme sel adalah sebagai koenzim atau sebagai prekuser enzim.
Setiap senyawa yang diperlukan suatu organism sebagai pelopor unsur pokok bahan sel organiknya, tetapi yang tidak dapat mensintesisnya dari sumber karbon yang lebih sederhana, harus diberikan sebagai zat gizi. Zat-zat gizi organic semacam ini dikenal secara bersama sebagai factor tumbuh, yang dipecah ke dalam tiga kelas menurut struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya:
1.      Asam amino, diperlukan sebagai unsure-unsur protein.
2.      Purine dan Pirimidine, diperlukan sebagai unsur pokok asam nukleat
3.      Vitamin, bermacam-macam kumpulan senyawa organik yang membentuk sebagian dari gugus prostetik atau pusat aktif enzim-enzim tertentu.
Karena factor tumbuh memenuhi keperluan khusus dalam biosintesis hanya jumlah kecil saja yang diperlukan, berhubungan dengan sumber karbon selular yang utama, yang harus menjadi pelopor umum karbon sel. Kira-kira dua puluh macam asam amino ikut dalam komposisi protein, jadi keperluan yang khusus untuk purine atau pirimidine, lima senyawa yang berbeda-beda dari kelas ini serta dalam struktur asam nukleat. Persyaratan kuantitatif akan vitamin bahkan lebih sedikit, karena bermacam koenzim adalah pelopor dan mempunyai peranan katalitik dan akibatnya terdapat dalam jumlah beberapa bagian per juta di dalam sel, seperti  pada table
Tabel 2. Hubungan antara beberapa vitamin yang dapat larut dalam air dengan koenzim.
Vitamin
Koenzim
Reaksi enzimatik yang menyertakan koenzim
Asam nikotilat (niasine)
Koenzim pyridine nucleotide (NAD dan NADP)
Dehidrogenase
Riboflavine (Vitamin B2)
Flavin nucleotide (FAD dan FMN)
Beberapa hidrogenasi, transport elekton
Tiamine (Vitamin B1)
Tiamine pirofosfat (kokarboksilase)
Dekarboksilasi dan beberapa reaksi transfer golongan
Piridoksine (Vitamin B6)
Piridoksal fosfat
Metabolisme asam amino
Transminasi, Deaminasi, Dekarboksilasi
Asam Pantotenat
Koenzim A
Oksidasi asam-ketometabolisme asam lemak
Asam Folat
Asam tetrahidrofolat
Transfer unit satu karbon
Biotin
Golongan prostetat enzim biotin
Fiksasi CO2, transfer karboksil
Kobamide (Vitamin B12)
Koenzim kobamide
Reaksi penyusunan kembali molekul

Biosintesis asam amino, purine, pirimidine, dan koenzim secara khas melibatkan setrangkaian reaksi langkah tersendiri yang kompleks. Ketidaksanggupan untuk melakukan setiap salah satu tingkatan reaksi ini menyebabkan organism bergantung pada persediaan hasil akhir sebagai factor tumbuh. Akan tetapi, factor tumbuh itu sendiri tidak teramat perlu seluruhnya. Jika reaksi yang terhalang itu terjadi pada awal tingkat biosintesisnya, pelopor organic yang mengikuti langkah terhalang ini dapat mencukupi keperluan sel sebagai zat-zat gizi khusus. Suatu analisis yang teliti mengenai keperluan factor tumbuh yang tertentu yang diperlihatkan oleh banyak mikroorganisme yang berbeda-beda biasanya menunjukkan bahwa mereka berbeda-beda biasanya menunjukkan bahwa mereka berbeda dalam bentuk kimiawi atau bentuk factor tumbuh yang diperlukannya. Hal ini dapat digambarkan dengan pertimbangan persyaratan yang agak umum akan vitamin B1 (tiamin).
Beberapa mikroorganisme memerlukan seluruh molekul sebagai faktor tumbuh. Akan tetapi, ada juga beberapa mikroorganisme yang jika diberikan kedua paruhan molekul sebagai zat gizi, dapat memepersatukannya. Yang lain hanya memerlukan bagian pirimidine saja karena dapat mensintesis tiazole. Bahkan yang lain hanya memerlukan bagian tiazole, karena dapat membuat dan menambahkan bagian pirimidine. Untuk setiap macam organism yang dijelaskan di atas, keperluan faktor tumbuh minimum berbeda-beda. Sekalipun demikian, pada setiap kasus, yang akhirnya harus dipunyai oleh organism adalah seluruh molekul tiamin, dan jika senyawa ini diberikan sebagai zat gizi, maka dapat digunakan sebagai factor tumbuh oleh segala tipe yang dijelaskan. Akan tetapi, bahkan seluruh molekul tiamin bukanlah senyawa yang akhirnya harus dijadikan sebagai komponen yang amat penting dalam sel-selnya. Senyawa yang berfungsi adalah koenzim kokarbokksilase, yang bertindak sebagai gugus prostetik pada beberapa reaksi enzimatik. Koenzim ini adalah tiamin pirofosfat.

masih ada tambahan.....sabar yah...

Jenis-jenis ikan Berdasarkan Tipe Makanan dan Jenis Makanannya


Jenis ikan dapat digolongkan menjadi tujuh kelompok menurut jenis makanannya, walaupun harus juga
diingat bahwa beberapa jenis pola makannya berubah sesuai dengan perubahan umur, musim dan
ketersediaan makanan. Perbedaan golongan ikan menurut jenis makanannya ini berkaitan antara satu
golongan dengan golongan lain. Penggolongan berdasarkan jenis makanannya menurut Mujiman (1993)
yaitu :
a. Herbivora. Ikan golongan ini makanan utamanya berasal dari bahan-bahan nabati misalnya ikan
tawes (Puntius javanucus), ikan nila (Osteochilus hasseli), ikan bandeng 9Chanos chanos).

b. Karnivora. Ikan golongan ini sumber makanan utamanya berasal dari bahan-bahan hewani
misalnya ikan belut (Monopterus albus), ikan lele (Clarias batrachus), ikan kakap (Lates calcarifer).

c. Omnivora. Ikan golongan ini sumber makanannya berasal dari bahan-bahan nabati dan hewani,
namun lebih menyesuaikan diri dengan jenis makanan yang tersedia misalnya ikan mujair (Tilapia
mossambica), ikan mas (Ciprinus carpio), ikan gurami (Ospronemus goramy).

d. Pemakan plankton. Ikan golongan ini sepanjang hidupnya selalu memakan plankton, baik
fitoplankton atau zooplankton misalnya ikan terbang (Exocoetus volitans), ikan cucut (Rhinodon
typicus).
e. Pemakan detritus. Ikan golongan ini sumber makanannya berasal dari sisa-sisa hancuran bahan
organik yang telah membusuk dalam air, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan misalnya
ikan belanak (Mugil sp.).

Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Purnomo, Satria dan Azizi, 1992). 

Ikan lais C. apogon termasuk ikan karnivora dimana indek bagian terbesar makanan dalam lambungnya berupa juvenil ikan sebanyak 98 % (Hartoto, Sjafei dan Kamal, 1999). Dari hasil penelitian Utomo et al., (1990) pada jenis ikan lais C. limpok dan C. micronema juga termasuk jenis ikan karnivora.



Selain penggolongan ikan berdasarkan jenis makanannya, ikan dibedakan juga berdasarkan spesialisasi
dari makanannya yaitu :
a. Monophagus : ikan hanya mengkonsumsi satu jenis makanan
b. Stenophagus : ikan mengkonsumsi makanan yang terbatas jenisnya
c. Euriphagus : ikan mengkonsumsi bermacam-macam atau campuran jenis makanan. Umumnya
ikan-ikan yang ada di alam termasuk ke dalam euriphagus ini.

Jenis bahan makanan dan ketersediannya juga menentukan ditribusi ikan-ikan diperairan. Umumnya, semakin besar ukuran sungai semakin besar pula jumlah dan keanekaragaman ikannya; dan proporsi biomassa ikan yang bergantung kepada tumbuhan air dan tumbuhan darat semakin meningkat.